Pasar otomotif Indonesia sempat panas sepanjang kuartal pertama 2025, tapi data wholesales Gaikindo untuk Juni 2025 memberi tamparan realitas: hanya 57.761 unit distribusi dari pabrik ke dealer, atau terjun sekitar 22–23% (YoY) dibandingkan Juni 2024. Angka ini juga turun 4,7% dibandingkan Mei 2025, menandakan momentum pasar yang melemah.

Buat kita yang doyan otomotif, angka itu bukan sekadar statistik — itu sinyal bahwa kondisi makro dan perilaku konsumen lagi berubah. Yuk kita bongkar penyebabnya, lihat apa arti angka ini buat industri, dan coba proyeksikan arah pasar sampai paruh pertama 2026.


Review Data: Apa yang Terlihat di Angka-angka?

  • Wholesales Juni 2025: 57.761 unit (pabrik → dealer). Ini merupakan titik rendah dalam beberapa bulan terakhir.
  • Kumulatif Jan–Jun 2025: total wholesales/retail semester pertama ada di kisaran ~374.7 ribu unit, turun dibandingkan semester I 2024.
  • Beberapa merek masih bertahan kuat, namun ada pergeseran pangsa pasar — termasuk kenaikan relatif untuk beberapa model dari produsen China dan juga gejolak di segmen EV vs ICE.

Angka-angka ini jelas: pasar melemah, bukan karena satu merek saja, melainkan karena faktor makro yang lebih besar.


Faktor Penyebab Anjloknya Penjualan

  1. Sentimen Ekonomi Global & Domestik
    Perlambatan ekonomi global (pertumbuhan melambat, ketidakpastian geopolitik) berdampak pada ekspor, investasi, dan percaya diri konsumen. Kalau konsumennya ragu, beli barang besar seperti mobil jadi tertunda. Banyak laporan ekonomi yang menunjukkan peningkatan risiko downside di paruh pertama 2025 — ini terasa di pasar otomotif.
  2. Kenaikan Suku Bunga & Tekanan Inflasi
    Tingginya suku bunga membuat kredit kendaraan lebih mahal—padahal kredit masih menjadi saluran utama pembelian mobil di Indonesia. Cicilan bulanan naik berarti banyak calon pembeli menunda upgrade kendaraan. (Syarat: semakin ketat kredit → permintaan turun.)
  3. Transisi ke EV & Pilihan Konsumen yang Menunggu
    Peralihan ke kendaraan listrik memicu dilema: sebagian konsumen menunda beli ICE karena menunggu opsi EV yang lebih menarik, insentif, atau infrastruktur pengisian. Di sisi lain, beberapa EV impor/CBU dari China mulai masuk dan mengguncang pangsa pasar—tetapi ketersediaan dan harga masih jadi variabel besar.
  4. Gangguan Rantai Pasok & Siklus Produk
    Beberapa model baru menanti peluncuran, sementara ketersediaan model terlaris sempat fluktuatif. Selain itu, gangguan logistik/komponen (meskipun tidak separah puncak pandemi) masih menyisakan efek pada distribusi.
  5. Pengaruh Nilai Tukar & Biaya Impor
    Untuk model yang masih diimpor utuh (CBU), pelemahan rupiah dan biaya logistik meningkatkan harga jual atau menggerus margin, sehingga produsen menyesuaikan distribusi. Ini berpengaruh pada model-model yang mengandalkan impor.

Singkatnya: kombinasi “permintaan melemah” + “biaya kredit naik” + “ketidakpastian transisi teknologi” membuat pasar Juni keder.


Dampak Nyata di Lapangan

  • Dealer lebih berhati-hati stok barang — promo dan program kredit lebih agresif untuk menjaga permintaan.
  • Perpanjangan lead time untuk model tertentu; beberapa ATPM menunda ekspansi kapasitas.
  • Persaingan harga jadi makin tajam, terutama ketika merek-merek China memasukkan model kompetitif di segmen mass-market dan EV.

Proyeksi Paruh Pertama 2026 — Tiga Skenario (Reasoned Outlook)

Proyeksi ini bukan angka pasti—tapi skenario berbasis tren makro dan kondisi pasar sepanjang 2024–2025.

  1. Skenario Konservatif (Downside)
    Jika ekonomi global tetap melemah dan suku bunga belum turun: penjualan H1-2026 bertahan turun 5–10% dibanding H1-2025. Konsolidasi pasar, dengan preferensi beli tetap rendah.
  2. Skenario Dasar (Most Likely)
    Jika inflasi mulai mereda dan suku bunga stabil → konsumsi pulih perlahan. H1-2026 mencapai level +/- 0% sampai +5% terhadap H1-2025, didukung peluncuran model baru dan stimulus insentif EV (jika ada).
  3. Skenario Optimis (Recovery)
    Jika ada pemulihan ekonomi yang nyata + percepatan adopsi EV (dengan insentif dan infrastruktur), H1-2026 bisa naik 5–12% dibanding H1-2025 — terutama didorong oleh segmen EV dan SUV/crossover yang masih populer.

Alasannya: pembeli mobil biasanya menunggu kepastian suku bunga/inflasi dan ketersediaan model. Jika dua syarat itu mulai lebih baik, penjualan akan berebound, tetapi prosesnya tidak instan.


Apa yang Perlu Diwaspadai dan Dimanfaatkan?

Pasar otomotif Indonesia lagi bergejolak: bukan hanya soal selera produk, tapi juga soal ekonomi makro dan teknologi (EV). Untuk pelaku industri: fleksibilitas pricing, strategi kredit kreatif, dan kesiapan EV/infrastruktur adalah kunci. Untuk pembeli: ini saat pas untuk mencari promo menarik—tapi juga bijak mempertimbangkan biaya cicilan jangka panjang.